Semua seperti mimpi dalam tidur yang panjang. Penuh tawa, penuh air mata. Menyenangkan, juga menyedihkan. Terasa begitu jelas.. namun juga samar.
Aku melihat diriku disana. Terperosok kedalam lubang yang sangat gelap. Juga dalam… Lubang yang seakan terlihat seperti hatiku. Tanpa cahaya, tanpa akhir, tanpa siapa pun di dalamnya. Diriku seperti hancur berkeping-keping disini.
Aku merasakan sentuhan halus di lengan kiriku. Aku terkesiap dan terlonjak menjauh. Aku menajamkan pandanganku… tidak terlihat apapun. Gelap… Ku beranikan diri merabanya. Ku pegang dan ku tarik sekuat tenaga. Kasar dan… kuat. Seperti akar tanaman, pikirku. Apa di atas sana ada orang? Siapa? Penyelamatku? Tanpa pikir panjang aku memanjatnya. Cukup sulit, jika mengingat sedalam apa aku terperosok. Beberapa kali tanganku hampir terlepas dari pegangannya. Dengan susah payah, aku pun berhasil keluar dari lubang neraka itu.
Disanalah aku melihatnya… dangan sejuta karisma. Dengan sejuta pesona, dia tersenyum padaku. Diakah? Penyelamatku?
Dia menghampiriku dan menarikku dalam dekapannya. Hangat.. dan nyaman. Saat itulah aku merasakan diriku utuh kembali. Aku bahagia bersamanya. Dia seperti membawaku ke surga dunia. Rasanya menyenangkan, tidak ada rasa jenuh, tidak ada rasa bosan, yang ada hanya tawa bahagia.
Kami sedang berada di atas bukit ketika ekor mataku menangkap dua sosok yang begitu familiar. Orangtuaku. Mereka menatapku dangan tatapan… prihatin?
Ibu : Kau masih terlalu muda anakku, belum saatnya kau merasakan pahitnya dunia ini.
Apa? Siapa yang berbicara? Ibu? Bagaimana bisa? Bibir Ibu tidak bergerak sama sekali! Telepatikah?
Ayah : Ya anakku, kita memang bisa bertelepati.
Aku : Benarkah? Lalu… apa maksud perkataan Ibu tadi?
Ibu : Jauhi pria itu.
Aku : Ibu tidak suka dengannya? Kenapa? Aku bahagia dengannya!
Ibu : Kami tau yang terbaik bagimu nak.
Ayah : Kelak kau akan bersyukur jika menuruti kata-kata kami.
Aku : Tidak! Aku yang lebih tau apa yang terbaik untuk diriku sendiri. Aku bahagia bersamanya!
Ayah : Baiklah jika itu pilihanmu. Kami harap tidak ada penyesalan atas itu.
Aku berlari menuruni bukit. Dadaku berdetak begitu cepat. Aku mendengar langkah yang mendekat dari belakangku. Seakan aku mendengar suara Ibu yang berseru “Kami selalu ada untukmu nak. Jangan sungkan datang kepada kami jika kelak kau merasa jalanmu salah.” Aku menghentikan langkahku dan membalikkan tubuhku ke belakang. Tidak ada Ibu ataupun Ayah. Hanya dia… berdiri di belakangku dengan tersenyumnya. Sepersekian detik kemudian dia merangkulku. Kenyamanan kembali menyelimuti diriku.
Kami berjalan beriringan, bergandengan tangan. Tawa, canda, serta gurauan. Seakan dunia hanya milik kami berdua. Sejenak aku ingin menghentikan waktu! Melupakan masalah yang ada! Mengubur masa lalu! Aku hanya ingin bersamanya! Bahagia seperti ini! Itu saja!
Kurasakan gengaman di tanganku kian merenggang.. dan terlepas. Aku menatapnya heran. Tetapi dia mengacuhkanku dan pergi tanpa berpatah lagi. Langkahnya semakin cepat hingga nyaris berlari. Aku mengejarnya. Tidak bisa! Dia terlalu jauh. Terlalu cepat.
Aku terus mengejarnya. Kulihat dia berhenti disamping seorang gadis cantik dengan gaun putihnya. Mereka berpelukan dalam tawa. Saat tinggal beberapa langkah lagi aku bisa menggapai mereka… tubuhku terasa melayang.
Ya… Aku kembali terjatuh ke dalam lubang yang dalam dan gelap. Aku berteriak. Tetapi tidak ada suara yang terdengar. Sesaat aku teringat perkataan Ibu ku, Ayah ku… Ini kah yang mereka maksud? Kupikir laki-laki itu telah menyelamatkanku dari lubang neraka itu. Tetapi tidak! Dia hanya ingin aku merasakan lubang neraka yang lain! Aku menyesal Ibu, Ayah.. Maafkan aku…
Hujan? Hah.. Langitpun turut mengasihani nasibku. Kini semuanya samar, buram, dan kembali gelap. Apa ini mimpi? Ya.. ini pasti mimpi! Tetapi, mengapa semua terasa begitu nyata? Sakit ini.. sakit di hatiku ini. Benarkah ini nyata? Terlalu aneh untuk jadi nyata. Jadi ini apa?! I HOPE THIS IS JUST MY DREAMLAND! Dan ketika aku terbangun kelak.. rasa sakit ini akan ku buang jauh-jauh. Kutinggalkan disini. Tidak akan ku perbolehkan mengikutiku!
Dan sesaat sebelum tubuhku menghujam dasar lubang, aku merasakan ada sesuatu (atau seseorang?) yang menangkapku. Sedetik kemudian aku mendengar bisikan di telingaku yang menyerukan : “Akulah Pangeranmu!”